Epidemi dan Manipulatif Industri Rokok
Di tengah wabah yang meradang saat ini, kita sepakat untuk memeranginya bersama. Corona Virus Disease - 2019 (Covid-19) begitu populer di tengah masyarakat kini. Berawal epidemi menyebar luas begitu masif menjadi sebuah ancaman global atau disebut pandemi. Dalam istilah, epidemi adalah suatu wabah yang menjakiti suatu kawasan geografis. Bagi penulis, Indonesia masih berkutat dengan suatu wabah yang tak pernah berhenti menjangkti masyarakat Indonesia yaitu penyakit akibat rokok, bisa dikatakan penyakit akibat rokok adalah epidemi bagi Indonesia dari dulu hingga saat ini yang masih berlangsung dan belum ada "obatnya" yang mampu membendung secara efektif.
Secara geografis, Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang memiliki jumlah penduduk lebih dari seperempat miliar manusia, dan akan menyambut bonus demografi beberapa tahun mendatang. Dengan masyarakat yang produktif, tentu generasi muda harapannya. Naasnya, generasi muda dipermainkan dan diperalat oleh tindakan manipulatif industri rokok bahkan dieskploitasi sejelas-jelasnya. Perlu bukti?
Tahukah kamu? Industri rokok menghabiskan dana begitu banyak hanya untuk iklan dan kegiatan promosi. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia di tahun 2018, perusahaan rokok PT Bentoel Internasional Investama Tbk mengalokasikan belanja iklan sebanyak Rp1,1 triliun sepanjang 2018.
Selain Bentoel, perusahaan rokok lainnya yang gencar beriklan dan mempromosikan produk rokoknya adalah PT Wismilak Inti Makmur Tbk. Sepanjang 2018, Wismilak mengalokasikan belanja iklan sebesar Rp 83 miliar. Perusahaan rokok lainnya yang juga menghabiskan triliunan rupiah untuk iklan yakni PT HM Sampoerna Tbk dan PT Gudang Garam Tbk. Kedua perusahaan itu mengalokasikan belanja iklan masing-masing sebesar Rp2,49 triliun dan Rp2,46 triliun. Jika ditotal, belanja iklan rokok dari empat perusahaan/emiten tersebut mencapai Rp6,14 triliun di tahun 2018. Angka ini juga berpotensi lebih besar mengingat belum termasuk brand besar seperti Djarum. Apalagi setiap tahunnya, biaya belanja iklan mengalami kenaikan. Bahkan diproyeksikan secara global, setiap tahunnya industri rokok secara keseluruhan menghabiskan dana lebih dari 8 milyar dolar untuk kegiatan promosi termasuk iklan, berdasarkan data World Health Organization (WHO).
Begitu masif bukan? Hal ini tentu demi meraih hati masyarakat terutama anak muda dengan menampilkan sosok-sosok keren, tampan, cantik. Padahal belum tentu loh model iklan tersebut adalah perokok (terbukti manipulatif).
Di samping 3 poin manipulatif
tersebut, epidemi yang ditularkan industri rokok ini juga didukung dengan data Tobacco Industry Interference Index
(TIIF) di tahun 2020 yang menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia belum serius
menuntaskan berbagai regulasi dalam pengendalian produk rokok dan
cenderung memberikan keistimewaan kepada industri rokok seperti keistimewaan
tarif pajak yang sangat ramah bagi industri ini dan juga bentuk relaksasi
lainnya.
Sebagaimana sebuah penyakit, wabah virus merokok juga perlu diperangi dan dicegah bersama. Agar wabah ini tidak menjadi epidemi seumur hidup kita. Indonesia adalah negara kuat dan sehat, yakin bisa kita raih bersama dengan menyebarkan vaksin hidup sehat dengan tidak merokok, mengajak keluarga terdekat kita untuk menjauhinya, dan terus berjuang mendorong pemerintah untuk berkomitmen mengendalikan produk rokok dan turunanya agar kelak Indonesia meraih bonus demografi yang diimpikan.
0 Response to "Epidemi dan Manipulatif Industri Rokok "
Post a Comment